Kamis, 21 Januari 2010
Antara Mimpi dan Target
Akhirnya saya menyelesaikan tulisan saya, Mimpi pun Menjadi Kenyataan. Ada pemikiran, saya terbitkan melalui penerbit terkenal. Tetapi saya bermimpi memiliki penerbit sendiri. Harapan saya, saya bisa mempengaruhi lebih banyak orang lagi melalui tulisan saya. Saat ini saya masih harus diam sejenak sebelum saya kembali membaca tulisan-tulisan saya. Melihat kembali, apakah banyak kesalahan atau pemikiran baru atau tidak.
Paling tidak, itulah pergumulan saya. Target untuk mendapatkan uang ada di depan mata. Saya harus mengumpulkan uang untuk membangun rumah saya. Saya perlu melakukannya secepatnya. Tetapi saya tidak mau kehilangan mimpi saya. Bisakah saya tetap pada mimpi saya memiliki penerbit sendiri? Lebih penting manakah, target atau mimpi? Lihat saja nanti hasilnya.
Kamis, 12 November 2009
Penipuan Terselubung
Coba bayangkan, saya tawarkan ke Anda, jika Anda mau mengomentari tulisan ini saya akan memberi mobil untuk Anda. Tetapi setelah itu saya katakan, maaf, hadiah mobilnya sudah habis. Sejak kapan hadiah itu habis? Ya, sejak saya menawarkan, alias tidak ada hadiah yang tersedia. Bukankah ini sebuah bentuk penipuan?
Tadi malam saya datang ke toko buku diskon di Bandung (yang jelas bukan Togamas melainkan yang satunya). Setelah memilih buku yang cocok, saya pun ke kasir. Alangkah terkejutnya saya ketika menyadari bahwa buku tersebut tidak didiskon. Mengapa? "Diskonnya hanya berlaku di hari Senin sampai Rabu." Saya pun bertanya,"Kok tidak dipasang pengumuman kalau diskonnya hari Senin sampai Rabu?" Petugas kasirnya cuma diam. Saya sarankan kepadanya untuk mengubah istilah, toko buku diskon menjadi toko buku diskon khusus senin sampai rabu.
Penipuan-penipuan terselubung ini sangat sering saya dengar. Dapat hadiah gratis dengan syarat membeli suatu barang yang harganya selangit. Menjanjikan sesuatu yang mustahil tetepi ada udang di balik batu. Banyak penipuan yang terus terjadi. Sesungguhnya sangat menyedihkan buat saya.
Jadi wajar jika seseorang tidak percaya terhadap orang lain. Seperti saya contohnya, saya tidak percaya dengan hadiah-hadiah yang dijanjikan karena biasanya ada maksud dibaliknya. Tetapi parahnya, orang menjadi saling mencurigai. Orang tidak lagi percaya dengan kebaikan orang lainnya. Mereka menganggap setiap kebaikan selalu ada maunya.
Bisakah kita mulai mempercayai orang lain?
Senin, 12 Oktober 2009
Hidup seperti di jalan
Anak muda tersebut melepaskan persnelengnya sehingga motor sulit dikendalikan. lalu menabraklah dia ke motor di depannya, yang akan belok kanan. Dia terjatuh dan yang pasti sangat malu. Sedangkan motor yang ditabraknya masih berdiri kokoh.
Sebenarnya bukan tabrakan itu yang menginspirasi saya melainkan ketika membayangkan apa yang terjadi di kehidupan nyata. terkadang kita akan berjalan cepat tetapi terkadang kita memperlambat jalan kita. Terkadang, banyak hal yang dapat kita capai dalam satu waktu tetapi terkadang (atau sering) banyak juga yang tidak kita hasilkan. Semakin cepat kita berjalan, semakin tinggi kemungkinan untuk kecelakaan dan semakin lambat kita berjalan, semakin aman tetapi juga semakin tidak sampai-sampai ke tujuan kita.
Hidup adalah seni, kita harus tahu kapan kita kencang dan kita harus menyadari kapan kita lambat. Nikmatilah seni tersebut supaya kita tidak kecelakaan tetapi juga bukan berarti kita tidak sampai tujuan kita.
Minggu, 09 Agustus 2009
Hidup Menyebalkan, Mati Menyusahkan
Akhirnya hari Sabtu siang, kami berdua berkomitmen menyelesaikan permasalahan itu. Harus hari itu. Karena setelah itu kami harus menyiapkan banyak hal untuk kepergianku ke Nias. Beberapa hari sebelumnya saya melihat tikus tersebut. Sangat menyebalkan. Dan sekarang dalam keadaan mati menjadi sangat menyusahkan. Akhirnya saya pun termenung. Ternyata banyak sekali kehidupan orang atau kepemimpinan seseorang seperti tikus. Hidupnya begitu menyebalkan dan matinya menyusahkan orang lain.
Banyak pemimpin yang demikian. Ketika hidup, mereka begitu menyebalkan. Kehidupannya tidak menyenangkan orang lain bahkan kehadirannya membuat orang lain menjadi errgghhhh. Lebih baik menyingkir. Mengapa mereka berdampak demikian? Karena mereka menerapkan ilmu tikus. Mereka selalu mengambil apa yang menjadi hak orang lain. Tikus, ketika muncul, selalu mengambil milik orang lain, entah makanan, atau lainnya. Pemimpin yang menggunakan ilmu tikus sering kali:
- Mengambil kesenangan orang lain
- Mengambil kebahagiaan orang lain
- Mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri
- Meminta waktu orang lain tetapi dirinya tidak memberikannya
- Mengadu yang satu dengan yang lain
- Menyunat gaji orang lain
Ini baru bicara tentang kehidupan yang mengambil. Bagaimana ketika mati? Pastilah akan menyusahkan orang lain. Kehidupannya sering kali bersembunyi di lorong-lorong. Tidak terbuka. Begitu juga banyak kehidupan pemimpin yang hidup bersembunyi. Mereka tidak berani menampakan kehidupannya. Bersembunyi di balik posisi. Bersembunyi di balik kemarahan. Bersembunyi di balik harga diri. Tetapi sebenarnya kehidupan mereka sangat riskan, sangat mudah patah. Kehidupan mereka justru mudah sekali tersinggung, memperlihatkan bahwa mereka memang belum matang, belum dewasa. Tempat persembunyian sengaja dibuat supaya kesalahan tidak ditimpakan ke dirinya dan kelemahan dirinya tidak diketahui oleh orang lain.
Dan ketika mereka meninggalkan posisinya, maka akan tercium bau tidak sedap alias busuk. Kebusukan akan terus terasa. Perusahaan mengalami kesulitan, perjanjian banyak yang dibuat dengan motif yang tidak benar. Luka hati ada dimana-mana sehingga siapapun akan kesulitan untuk menanganinya. Parahnya, pemimpin berilmu tikus tersebut tetap mengrongrong dari luar organisasi.
Ilmu tikus banyak berlaku di banyak tempat. Saya berharap, saya tidak menerapkannya untuk diri saya sendiri.
Rabu, 29 Juli 2009
Bekerja VS Berkarya
Apa yang Lebih Dihargai?
Minggu, 26 Juli 2009
Apa yang Saya Cari?
Ketika saya melihat website kenalan saya, saya mulai tersemangati kembali. Banyak tulisan dia yang tidak dibaca oleh orang lain. Paling pembacanya hanya dibawah 50 orang. tetapi dia terus menulis dan menulis. Seakan-akan dia sedang mengatakan, "Saya tidak peduli berapa orang yang membaca, yang penting saya tetap menulis." Cara ini sepertinya yang harus saya lakukan. Saya harus tetap berkarya, entah mereka peduli atau tidak dengan karya saya.
Disinilah saya kembali merenung. "Tuhan apa yang Engkau inginkan?" Dan Dia bertanya kepada saya,"Apa yang engkau cari?" Saya terdiam sejenak. Tanpa saya sadari saya mencari pengakuan dari orang lain. Tetapi bukankah hal yang wajar jika saya mencari pengakuan? BUkankah saya sudah kerja keras sehingga wajar jika saya mendapatkan pengakuan? Bukankah saya sudah melakukan yang terbaik?
Apa yang saya cari? Saya terdiam sejenak. Saya mencari untuk diri saya sendiri. Bohong jika saya mengatakan saya sedang melayani orang lain karena sebenarnya saya sedang melayani diri saya sendiri. Tidak bagus bahkan bisa dibilang memalukan. Apa yang saya lakukan, sungguh-sungguh memalukan. Mengatasnamakan untuk orang lain tetapi sebenarnya untuk diri saya sendiri.
Apa yang seharusnya saya cari? Saya sedang melakukan apa yang Tuhan inginkan. Saya hanya melakukan. Saya bukan mencari pengakuan. Pengakuan adalah hadiah, hadiah bisa diberikan bisa pula tidak. Saya tidak berhak marah jika saya tidak mendapatkan hadiah. Itu hak si pemberi hadiah. Seharusnya saya menulis karena Tuhan inginkan saya menulis. Seperti kendaraan, keberadaannya hanyalah untuk dinaiki. Kemana kendaraan itu menuju? Sopirlah yang menentukan. KEmana saya menuju? Untuk apa tulisan saya? Bagaimana tulisan saya menjadi berkat buat orang lain? Tuhanlah yang menentukan. Itu bagian Tuhan dan tidak layak jika saya merebut bagian Tuhan.
Bisa-bisa saja saya menuliskan sesuatu untuk kepopuleran saya. Tinggal cari topik yang kontroversial, menghina seseorang, pastilah akan menjadi panas dan banyak orang yang membaca dan memberikan komentar. Tetapi apakah itu yang Tuhan minta? Benarkah itu yang Tuhan inginkan? Yang jelas, Tuhan tidak ingin saya melakukannya. Kalau orang lain, entahlah.
Apa yang saya cari? Ternyata saya telah mencari hal yang salah. Saya harus memperbaiki diri. Diam sejenak dan merenung, berkoneksi dengan TUhan. Apa yang saya cari?
Tidak lama setelah saya bergumul tentang hal ini, seorang teman menghubungi saya. Dia menceritakan seseorang yang dia bantu menuliskan kesaksian dalam report tahunannya. Orang tersebut menulis bahwa sangat terbantu oleh tulisan-tulisan di sayabisa.com. Terus terang saya tidak tahu, tulisan mana yang dia baca dan seberapa besar dampak tulisan tersebut. Ternyata saya tetap harus memperbaiki diri. Ketika ada pembaca yang merasa tertolong, itu adalah anugerah. Anugerah buat saya.