Rabu, 29 Juli 2009

Bekerja VS Berkarya

Istriku menyatakan akan berhenti bekerja. Wah...berarti pendapatan kami akan berkurang. Aku akui, dengan istriku bekerja, pendapatan kami meningkat. Paling tidak, kami mendapatkan uang untuk sedikit bersenang-senang. Dan lagi, dia memiliki kesibukan. Itu sangat membantuku. Dia tidak kesepian di rumah atau hanya ngobrol sana-sini dengan tetangga tanpa ada artinya. Intinya ketika bekerja sangat membantuku.

Bekerja sering kali membuat orang stress dan frustasi. Tuntutan pekerjaan dan atasan membuat seseorang tidak nyaman ketika bekerja. Mereka tidak menghasilkan pekerjaan terbaik ketika melakukan pekerjaan mereka. Bahkan banyak diantara mereka yang sibuk fastbook atau internet ria. Bekerja sering kali membuat kita bosan. Melakukan hal yang sama tanpa mengetahui esensi pekerjaan tersebut. Bahkan setelah satu tahun atau dua tahun bekerja masih tidak bisa mengerti apa yang selama ini sudah dihasilkan.

Walaupun banyak sekali orang mencari pekerjaan tetapi tidak bisa dipungkiri banyak diantara mereka yang sebenarnya mencari penghasilan. Buktinya ketika penghasilan dihentikan mereka pun berhenti bekerja. Ketika penghasilan menurun mereka pun mengeluh bahkan tidak sedikit yang melakukan unjuk rasa. Ketika penghasilan tetap, mereka mulai enggan ke tempat pekerjaan. Seandainya tidak ada ancaman PHK, bisa dijamin banyak diantara mereka yang memilih tidak masuk kerja. Ketika penghasilan meningkat, mereka tetap melakukan pekerjaannya, tetapi banyak diantara mereka yang melakukan sekedarnya saja. Ketika penghasilan meningkat tajam, barulah mereka bersemangat melakukan pekerjaannya, bahkan kalau perlu lembur. Tetapi tidak membutuhkan waktu lama, satu atau dua tahun, semangat mereka mulai berkurang. Peningkatan tajam penghasilan menjadi biasa dan akhirnya mulai malas-malasan bekerja.

Itulah arti bekerja. Tidak selalu membanggakan ketika kita bekerja di suatu tempat. Banyak orang yang tidak bersemangat ketika bekerja. Jarang saya temukan orang menggebu-gebu menceritakan pekerjaannya kecuali memang dia baru bekerja disana. Seakan-akan pekerjaan hanyalah pekerjaan. Selama harus masuk, yach, mereka akan masuk.

Untunglah istri saya melanjutkan perkataannya,"Saya berhenti bekerja, mulai saat ini, saya akan berkarya." Berkarya berarti menghasilkan sesuatu. Dia sudah menetapkan dirinya, ketika dia mengerjakan pekerjaannya, dia harus menghasilkan sesuatu. Ada karya yang dia hasilkan dan hasil tersebut memberkati orang lain. Walaupun istri saya membuat susu kedelai, tetapi karya dia bukanlah hanya sekedar susu kedelai. Karya dia adalah produk yang menyehatkan setiap orang yang menjadi konsumennya. Ketika istri saya harus mengganti air biasa menjadi air minum distilasi, dia melakukannya. Memang biaya produksi meningkat tetapi harga tidak bisa ditingkatkan. Karena istri saya berkarya, bukan bekerja, maka dia melakukannya. Demi menjamin produknya bagus untuk konsumen.

Istri saya juga membuat produk quilting. Dia membuatnya dengan hatinya. Dia melakukan bukan sekedar mencari keuntungan. Ketika ada proses yang tidak berjalan dengan baik, dia akan memperbaikinya, walaupun sebenarnya tidak akan kelihatan. Istri saya melakukan yang terbaik yang bisa dia lakukan.

Itulah berkarya.Ya, benar. Kita harus berkarya bukan bekerja. Menghasilkan sesuatu yang membanggakan bukan sekedar membuang waktu di kantor sambil menunggu jam pulang.

Apa yang Lebih Dihargai?

Penghargaan dari manusia banyak yang mencari. Sayangnya banyak yang tidak menemukannya dan berputus asa dengan apa yang sudah dilakukan. Apa yang lebih dihargai oleh seseorang?

Seorang yang sangat mementingkan ketaatan anak buahnya maka semua yang menunjukan ketaatan akan lebih dihargai dibandingkan dengan lainnya. Sambil tersenyum orang tersebut akan mengatakan,"Tuh...lihat saya berkuasa atas orang tersebut. BUktinya dia melakukan persis seperti apa yang saya mau." Sayangnya, berdasarkan survei, hanya 10-20% orang yang akan selalu menunjukan ketaatan. Jika lebih dari itu, jangan-jangan orang tersebut hanyalah penjilat, bukan yang taat. Dia taat di depan tetapi melakukan hal buruk di belakang.


Bos seperti diatas akan mementingkan ketaatan, tidak perduli yang lain. Sebenarnya sangat mudah untuk memberikan apa yang bos minta tetapi akibatnya kreatifitas akan mati. Semua pekerjaan dilakukan sesuai dengan order dari pemimpin. Biasanya orang-orang seperti ini cocok untuk perusahaan atau organisasi yang tidak memerlukan perubahan, hanya sekedar mengatur. COntohnya di mesin pabrik. Tidak boleh ada kreatifitas di situ, lakukan sesuai perintah.


Tetapi ada juga bos yang sangat suka dengan kreatifitas dan sangat menghargainya. Orang yang kreatif mmebutuhkan banyak waktu untuk berpikir satu ide. Dia tidak akan emnghasilkan banyak hal melainkan terus menggali dan belajar. Sekali ketemu, yach...luar biasa. Sangat berdampak. Dia seperti orang yang terus berpikir. Anehnya orang seperti ini sulit untuk menurut. Biasanya mereka tidak bisa berkarir dengan baik. Itulah konon banyak perusahaan besar yang memisahkan orang-orang kreatif dari jenjang karir. Karena kebanyakan dari mereka memang tidak kinclong di dalam karirnya. Jika mereka menjadi pengusaha, maka usahanya sering kali menjadi berhasil. Sayangnya, orang seperti ini juga tidak mudah untuk disuruh mengikuti instruksi.


Sering kali seorang bos akan menyenangi seseorang bawahan yang memiliki pandangan yang sama. Ini berlaku untuk 80% bos-kembali ini menurut sebuah survey. Jika bosnya suka hal-hal yang teliti maka secara otomatis dia akan menghargai orang yang lebih teliti. Jika bosnya suka kreatifitas maka dia lebih menghargai ide baru. JIka bosnya tidak suka kreatifitas maka dia demikian menyepelekan ide-ide baru. Jika bosnya suka sate maka dia akan sangat menghargai jika anak buahnya menghasilkan sate. Tidak tidak akan menghargai jika anak buahnya menghasilkan steak, pecel, atau makanan lainnya, meskipun makanan itu lebih sehat atau lebih enak.


Syukurlah, saya memiliki bos yang 20%. Dia inginkan saya menjadi diri saya. Begitulah Tuhan sebagai bos saya. Ketika saya tidak teliti, DIA tidak memaksa saya untuk teliti. DIA menyerahkan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian kepada orang lain sedangkan saya diberikan pekerjaan sesuai kompetensi saya. Ketika saya suka hal-hal baru, maka DIA memberikan hal-hal baru. Maintenance menjadi pekerjaan orang lain. Ketika saya suka berpikir ide baru, DIA demikian menghargainya. Apapun saya, saya bisa menjadi diri saya. Saya tidak perlu menjadi orang lain.


Lho bukankah saya harus berubah? Konteks perubahan yang saya ketahui adalah perubahan yang membuat saya lebih dekat denganNYA, bukan menjadi orang lain. DIA terlebih dahulu meneliti saya, seperti apa saya, kemampuan saya, mimpi-mimpi yang saya miliki. Barulah DIA mengajarkan perubahan yang perlu saya lakukan. Saya tidak berubah karena target kerjaNya, ataupun demi namaNya semakin kinclong. DIA juga tidak memaksakan perubahan di dalam hidup saya. DIA memang memproses saya, tetapi supaya saya lebih dekat padaNya. DIA memang mengembangkan saya, tetapi DIA tetap menghargai saya. DIA tidak pernah berubah.


Dan satu lagi, saya tidak pernah merasa dibanding-bandingkan dengan orang lain. DIA begitu tulus sebagai bos saya.

Minggu, 26 Juli 2009

Apa yang Saya Cari?

Saya sangat sedih ketika melihat sayabisa.com sepi pengunjung. Saya merasa putus asa karena tulisan saya tidak memberkati banyak orang. Awalnya pembacanyamendekati 200 orang untuk tiap artikel tetapi sekarang hanya sedikit (kalau bisa dibilang sangat sedikit). Saya ingin menyerah. Buat apa selama ini saya menulis kalau hasilnya tidak dibaca orang lain?

Ketika saya melihat website kenalan saya, saya mulai tersemangati kembali. Banyak tulisan dia yang tidak dibaca oleh orang lain. Paling pembacanya hanya dibawah 50 orang. tetapi dia terus menulis dan menulis. Seakan-akan dia sedang mengatakan, "Saya tidak peduli berapa orang yang membaca, yang penting saya tetap menulis." Cara ini sepertinya yang harus saya lakukan. Saya harus tetap berkarya, entah mereka peduli atau tidak dengan karya saya.

Disinilah saya kembali merenung. "Tuhan apa yang Engkau inginkan?" Dan Dia bertanya kepada saya,"Apa yang engkau cari?" Saya terdiam sejenak. Tanpa saya sadari saya mencari pengakuan dari orang lain. Tetapi bukankah hal yang wajar jika saya mencari pengakuan? BUkankah saya sudah kerja keras sehingga wajar jika saya mendapatkan pengakuan? Bukankah saya sudah melakukan yang terbaik?

Apa yang saya cari? Saya terdiam sejenak. Saya mencari untuk diri saya sendiri. Bohong jika saya mengatakan saya sedang melayani orang lain karena sebenarnya saya sedang melayani diri saya sendiri. Tidak bagus bahkan bisa dibilang memalukan. Apa yang saya lakukan, sungguh-sungguh memalukan. Mengatasnamakan untuk orang lain tetapi sebenarnya untuk diri saya sendiri.

Apa yang seharusnya saya cari? Saya sedang melakukan apa yang Tuhan inginkan. Saya hanya melakukan. Saya bukan mencari pengakuan. Pengakuan adalah hadiah, hadiah bisa diberikan bisa pula tidak. Saya tidak berhak marah jika saya tidak mendapatkan hadiah. Itu hak si pemberi hadiah. Seharusnya saya menulis karena Tuhan inginkan saya menulis. Seperti kendaraan, keberadaannya hanyalah untuk dinaiki. Kemana kendaraan itu menuju? Sopirlah yang menentukan. KEmana saya menuju? Untuk apa tulisan saya? Bagaimana tulisan saya menjadi berkat buat orang lain? Tuhanlah yang menentukan. Itu bagian Tuhan dan tidak layak jika saya merebut bagian Tuhan.

Bisa-bisa saja saya menuliskan sesuatu untuk kepopuleran saya. Tinggal cari topik yang kontroversial, menghina seseorang, pastilah akan menjadi panas dan banyak orang yang membaca dan memberikan komentar. Tetapi apakah itu yang Tuhan minta? Benarkah itu yang Tuhan inginkan? Yang jelas, Tuhan tidak ingin saya melakukannya. Kalau orang lain, entahlah.

Apa yang saya cari? Ternyata saya telah mencari hal yang salah. Saya harus memperbaiki diri. Diam sejenak dan merenung, berkoneksi dengan TUhan. Apa yang saya cari?

Tidak lama setelah saya bergumul tentang hal ini, seorang teman menghubungi saya. Dia menceritakan seseorang yang dia bantu menuliskan kesaksian dalam report tahunannya. Orang tersebut menulis bahwa sangat terbantu oleh tulisan-tulisan di sayabisa.com. Terus terang saya tidak tahu, tulisan mana yang dia baca dan seberapa besar dampak tulisan tersebut. Ternyata saya tetap harus memperbaiki diri. Ketika ada pembaca yang merasa tertolong, itu adalah anugerah. Anugerah buat saya.

Kamis, 23 Juli 2009

Tali yang Mematikan

Perjalanan tidak selalu menyenangkan. Aku menyembahMu Tuhan. Aku mengaku, kekawatiranku sebagai bukti ketidakpercayaanku kepadaMu. Kekawatiranku sebagai bentuk aku mengandalkan diriku sendiri. Kalau memang aku harus kehilangan apa yang sudah aku miliki terus kenapa? Bukankah Tuhan bisa memberikan lagi hal lain? Bukankah Tuhan berkuasa atas segala makluk di bumi dan di surga?

Aku menarik nafas panjang. aku kembali menata hati. Tidak mudah untuk membuat diriku tenang dan bisa mengejar kembali mimpi-mimpiku. Ketika aku berada di titik terendah, tidak mudah untuk bangkit kembali. Tetapi bukankah ini bukan titik terendah di dalam hidupku yang pernah ada? Bukankah aku pernah mengalami hal yang lebih rendah lagi dari yang ini? Jika memang demikian, mengapa aku harus kawatir?

Istri menyatakan kesetiaannya, apapun yang terjadi di dalam hidupku. Temanku menyatakan, hal yang buruk selalu berujung pada kebaikan. Betul kata temanku tetapi dengan syarat. Aku mampu bertahan sampai kebaikan itu datang. Tuhan, aku semakin cinta kepadaMu. Engkau mengajari aku untuk bergantung kepadaMu.

Aku masih ingat sebuah cerita tentang seseorang yang tergantung dan menggantungkan diri di seutas tali. Dia jatuh ketika mendaki. Saat ini nyawanya ditentukan oleh seutas tali, hari sangat gelap. Lalu dia berteriak kepada Tuhan, "Tuhan tolonglah." Dan Tuhan menjawab,"Putuskan talimu. Potong dengan pisau yang ada padamu."

"Tapi bukankah tali ini yang membuat aku bisa bertahan? Bagaimana mungkin aku melepasnya?"

"Putuskan talimu. Potong dengan pisau yang ada padamu."

"Tetapi Tuhan..."dan orang itu tetap bertahan di sebuah tali. Sampai akhirnya di pagi hari dai sudah mati dengan jarak 2 meter dari tanah.

Cerita itu bukanlah cerita yang sebenarnya tetapi kasus hidupku bisa berakhir seperti orang tersebut. Jika aku menggantungkan diri pada seutas tali...jika aku mengandalkan pekerjaanku..jika aku mengandalkan bisnisku...jika aku mengandalkan kemampuanku..jika aku mengandalkan keahlianku..maka itu semua bisa menjadi tali. Menyelamatkan memang tapi untuk sementara. Karena tali itu mengikat dan membuat aku tidak mampu pergi ke tempat lain. Tetapi jika aku mengandalkan Tuhan, dia membebaskan dan kebebasan itulah yang membuat aku bisa terus hidup.

Mana yang aku pilih? Sebenarnya sudah jelas mana yang aku pilih tetapi tidak mudah menjalaninya.

Rabu, 22 Juli 2009

Intimidasi

Dua minggu terakhir, saya kehilangan semangat untuk berkarya. Saya menjadi seperti robot yang hidup. saya sesunguhnya masih hidup tetapi saya seperti sedang menunggu kematian. Berat beban yang saya derita.

Semua itu dimulai ketika ada seseorang-yang menurut saya- mengintimidasi saya. Dia mengungkapkan seperti apa sesungguhnya saya-sebenarnya menurut dirinya. Dia benar-benar menanamkan bahwa diri sayalah yang selama ini bermasalah bukan dirinya. Saya pun mencari tahu kebenaran dari sahabat-sahabat saya. saya menanyakan pendapat mereka tentang saya-bukan tentang dia. Saya menanyakan benarkah saya seperti yang dia katakan? Jawabannya TIDAK. Tidak ada satupun sahabat saya yang setuju dengan apa yang dia katakan. Tidak seorangpun. walaupun dia mengatakan apa yang dia katakan adalah pendapat orang lain, tetapi orang itu tidak dia ungkapkan. Saya sebenarnya ingin bertanya kepada orang yang mengungkapkan pendapat tersebut. Bukan untuk adu argumentasi melainkan supaya saya tahu sikap saya yang mana yang membuat orang tersebut mendukung pendapat dia tentang saya. Atau jangan-jangan orang itu hanyalah fiktif belaka?


Sahabat saya datang ke saya, tadi siang. Dia menguatkan saya. Itulah intimidasi. Orang yang mengintimidasi adalah orang yang dalam keadaan terancam. Sahabat saya menyadarkan saya untuk terus berkarya, jangan menyerah. Terus berjuang dan menghasilkan sesuatu. Paling tidak itulah yang ditekankan sahabat saya. Bahkan dia sampai mengguncang-guncangkan kursi saya sebagai dukungan supaya saya bangun. Intimidasi demikian kuat.


Apa sih intimidasi? Menurut saya, ketika saya memaksa orang lain seperti yang saya inginkan dengan cara menakut-nakuti, itulah intimidasi. Seharusnya, kita meminta orang lain melakukan apa yang kita minta tetapi mereka melakukan dengan senang hati. Memang hal itu sulit tetapi untuk itulah pemimpin ada.


Syukurlah Tuhanku tidak mengitimidasi saya. Dia menuntun saya dengan lembut menuju apa yang dia inginkan. Syukurlah Tuhanku terus melindungiku, tanpa henti dan tanpa menyerah. Intimidasi tidak akan pernah membuat orang lain mendekat kepada Tuhan. Intimidasi hanya akan membuat orang menjauh dari Tuhan karena intimidasi bukan berasal dari Tuhan.


Saya berdoa, semoga saya tidak pernah mengintimidasi orang. Saya hanya menyadarkan perlunya sesuatu dilakukan tanpa membuat orang tersebut terintimidasi. Intimidasi bukanlah cara yang tepat. Saya merasakan sendiri. Bukannya kreatifitas muncul, justru kreatifitas mati. mati dalam sekejap.

Apakah Yang Penting?


Tadi malam saya merenungkan, apakah yang paling penting di dalam hidup saya? Mudah sekali untuk menjawab TUHAN adalah yang terpenting, tetapi apakah hal itu terlihat di dalam hidup saya?

Masalah keuangan menjadi masalah yang belum berakhir sampai sekarang. Uang di bank selalu habis seleum gaji masuk. Ini disebabkan karena saya harus membayar hutang untuk rumah, selain ke bank saya mendapatkan pinjaman dari keluarga. Memang tidak berbunga dan tidak mendesak, tetapi hutang tetaplah hutang yang harus dibayar.

Disisi lain, saya memiliki banyak mimpi. Saya memiliki banyak pengeluaran yang harus di bayar, untuk membeli buku dan mengembangkan website saya, http://www.sayabisa.com/. Saya punya mimpi menjadi orang yang luar biasa.

Saya memutuskan untuk belajar internet marketing dan memikirkan bagaimana saya mendapatkan uang dan popularitas melalui website saya ataupun tulisan-tulisan saya. Bukankah itu semua boleh-boleh saja? Tetapi tadi malam saya merenung kembali dan saat ini saya masih membawa renungan tersebut.

Teman saya pernah menegur saya tentang bagaimana bebas secara financial. Kuncinya bukan memiliki uang banyak. Kuncinya bagaimana arah mata kita tidak menuju ke masalah financial. Istri saya pun menguatkan saya. Dia mengatakan, dia tetap hidup bahagia dengan keadaannya sekarang. Kebahagiaan yang bukan karena uang melainkan karena sesuatu yang lebih berharga, kebersamaan kami.

Tadi malam dan hari ini, saya kembali menetapkan apa yang harus saya lakukan. Saya harus mengejar apa yang menjadi tujuan hidup saya, membangun orang bukan membangun kerajaan. Saya tidak boleh berorientasi kepada uang dan kepopuleran. Biarlah saya tidak dikenal asalkan apa yang ada di dalam diri saya bisa memberkati banyak orang. Apakah yang terpenting di dalam hidup saya?

Saya sudah mengkonsep tulisan dengan tujuan bisa dijual-menjadi buku dan kemudian dijual. Saya menghasilkan produk tetapi saya tidak memasukan hati saya di dalamnya. Saya harus bertahan di dalam idealisme saya. Dulu saya telah menjanjikan menyediakan bahan sebanyak mungkin buat orang-orang bisa berkembang. Dan sekarang saatnya saya tetap memegang janji saya. Saya harus tetap bertahan.

Di tengah kebutuhan akan uang, masa depan yang jelas dan godaan menghasilkan uang lebih banyak dan popularitas, saya memutuskan. Saya tetap menjadi saya seperti sekarang. Saya tidak perlu mencari kedua hal itu karena keduanya adalah hadiah.

Huh....bukan hal yang mudah tetapi harus tetap saya lakukan. Tuhan, tolonglah saya.